Minggu, 07 Juni 2015

KONSTRUKSI HAK NEGARA DALAM KONTRAK KARYA TERHADAP PENGELOLAAN PERTAMBANGAN

                                                             BAB I
                                                   PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
        Tujuan Negara Indonesia secara definitif  tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yaitu melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
        Tujuan negara sebagaimana termaktub pada alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 tersebut harus diraih oleh negara sebagai organisasi tertinggi Bangsa Indonesia dengan berlandaskan pada norma fundamental negara (staat-fundamentalnorm) yakni Pancasila. Peran pancasila sebagai norma fundamental negara sekaligus sebagai idiologi bangsa, inilah yang melandasi konstitusi dan peraturan perundang-undangan dibentuk yang merupakan satu kesatuan sistim hukum. Pancasila disebut Notonegoro sebagai norma fundamental negara karena tidak hanya meligitimasi tatanan hukum (legal order) meliputi sistim prikehidupan bangsa secara keseluruhan termasuk tatanan sosial sekaligus sebagai pandangan hidup bangsa (way of life).
        Makna kesejahteraan umum dalam pembukaan UUD 1945 dijabarkan lebih lanjut pada Pasal 33 UUD 1945 :
Penyelenggaraan ekonomi  dilaksanakan berdasarkan asas kekeluargaan;
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
        Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang
Ayat tiga yang memberikan penekanan terhadap hak penguasaan negara atas kekayaan alam yang terhampar dalam kesadaran teritori Bangsa Indonesia yang meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Mahkamah Konstitusi memberikan Penafsiran terhadap makna “dikuasai negara” mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya,  termasuk pula didalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektifitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan yang dimaksud. Rakyat secara kolektif itu didekonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk melakukan fungsinya dalam mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuurdaad), pengaturan (regelendaad), Pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (tozicththoudensdaad) oleh negara.
        Berdasarkan uraian makna penguasaan negara tersebut, dapat dikatakan pengelolaan dan pemanfaatan bumi, air dan kekayaan alam adalah milik rakyat Indonesia dan dikuasakan kepada negara untuk dikelola secara bijaksana dan sebaik-baiknya guna mencapai tujuan negara. Makna “penguasaan” juga menegaskan peran hukum publik (pemerintah) dalam menegasikan fugsi pemerintah pada tataran implementatif.
Selanjutnya, pada Pasal 33 ayat (2), ditegaskan bahwa: “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Sumber daya mineral merupakan kekayaan alam yang tidak terbarukan merupakan salah satu cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak karena dapat berpotensi meningkatkan kesejahteraan rakyat.
        Dalam konteks pengelolaan sumber daya mineral di Indonesia terkait dengan makna penguasaan negara diberikan kerangka normatifnya dalam undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang mengganti Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan yang dianggap tidak relefan lagi dengan prikehidupan pasca reformasi yang memberi arah otonomisasi bagi daerah. pembahasan tentang pengelolaan sumber daya mineral, tidak cukup kita telaah hanya dari dimensi kedua regulasi  diatas, ada lapisan-lapisan  norma yuridis yang  juga memiliki interdependensi satu sama lain dan memberikan pengaruh pada penerapan norma tentang pengelolaan sumber daya mineral. Lapisan-lapisan norma yang dimaksud yaitu regulasi tentang investasi otonomisasi, kehutanan, pertanahan, lingkungan hidup serta norma yang bersifat sektoral lainnya.
Disamping itu, permasalahan dalam penyelenggaraan pengelolaan sumber daya mineral tidak hanya berdimensi normatif tetapi juga berdimensi ekonomi, sosial serta budaya. Keniscayaan ini tidak dibicarakan secara gamblang dalam tulisan ini, walaupun konsekuensi dari pembahasan norma hukum tidak akan terlepas dari substansinya yaitu, manusia, masyarakat, dan kemanusian. Sehingga secara langsung pembahasan tentang norma hukum akan berhubungan dengan  dimensi non-yuridisnya .
        Salah satu tema yang masih cukup hangat diwacanakan berbagai kalangan dan terkadang mendapat kebuntuan jalan pemecahannya atau ditemukan akan tetapi mendapat hambatan normatif dalam pelaksanaannya sehingga pemecahannya hanya berkisar pada tataran konsep adalah Kontrak Karya. Kontrak karya merupakan salah satu pola kerjasama dalam pengelolaan mineral dan batubara yang dikenal di Indonesia.  Istilah Kontrak karya mulai dikenal sejak diberlakukakannya politik pintu terbuka dalam konteks investasi asing guna mendongkrak pendapatan negara pada masa awal pemerintahan orde baru. Pada tahun 1966/1967 varian mineral dan energi telah menjadi pilar perekonomian Indonesia yang saat itu masih terpuruk. Untuk mendongkrak dan mengendalikan inflasi keberadaan sumber daya alam yang melimpah adalah pilihan yang paling mudah untuk dimanfaatkan. Dalam membangun kembali perekonomian Indonesia pada tahun pertama memerintah Presiden Soeharto mengesahkan tiga kebijakan penting, yaitu : pertama mengizinkan investor asing melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di Indonesia; kedua, dibidang sumber daya kehutanan, pemerintah menetapkan hanya pemerintah pusat yang diizinkan melakukakan pengelolaan; ketiga, dibidang pertambangan, ditetapkan bahwa semua areal pertanahan di Indonesia yang memiliki potensi, dapat dimanfaatkan  untuk kegiatan pertambangan.    
         Disamping sarana regulatif tersebut, pengelolaan sumberdaya mineral menggunakan Mekanisme kontrak karya merupakan pintasan yang efektif untuk menjembatani terlaksananya pilihan politik pemerintah saat itu. Dilihat dari kedudukan fungsionalnya,  mengingat karakternya yang mengikat, serta jaminan legalitasnya serta pengakuan hukum secara internasional yang diharapkan dapat menarik minat investor untuk memasuki bidang ini. Bagi investor, Kontrak Karya adalah sarana yang paling ideal disamping pola kerjasama lainnya karena dengan mekanisme ini, mereka dapat melangkahi restriksi yang bersifat yuridis serta hambatan lainnya. Para pihak –pilihan politik pemerintahan saat itu- dapat menggeser peran hukum yang bersifat publik kearah dominasi peran hukum privat yang memberikan perlindungan seluas-luasnya yang sesuai dengan ekspektasi pihak-pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak tersebut.  Disamping itu, investor mendapatkan kedudukan yang superior dalam tataran implementatif pelaksanaan kontrak tersebut, karena kesejajaran yang merupakan salah satu prinsip umum dalam kontrak mendongkrak peran pihak investor  pada satu sisi dan sisi lainnya menurunkan peran negara yang mestinya bersifat superlatif.
         Sesuai dengan istilahnya, Kontrak Karya merupakan salah satu jenis Kontrak atau Perjanjian. Secara yuridis istilah kontrak karya tidak termasuk dalam jenis kontrak nominaat yang dikenal dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan, oleh karenanya janis kontrak ini masuk dalam kategori perjanjian innominaat atau jenis perjanjian tidak bernama. Jenis kontrak innominat dimungkinkan terbentuk disebabkan prinsip Kebebasan Berkontrak yang merupakan salah satu prinsip perjanjian yang tidak membatasi dilakukannya segala bentuk perjanjian baik secara subjektif maupun objektif sepanjang tidak bertantangan dengan Perundang-undangan dan kausa yang halal.
Hipotesis awal yang dapat diberikan, bahwa kontrak karya merupakan derifasi dari Hukum Perikatan dijadikan sarana legal yang membuka celah masuk (loop hole) bagi pihak-pihak pemegang kepentingan untuk mencapai tujuan politisnya dengan menafikkan dan upaya melepaskan diri dari substansi tujuan hukum yaitu masyarakat (tataran implementatif) maupun nilai-nilai yang merupakan selubung intrinsik yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum yang seyogyanya eksis dan menyelubungi norma hukum.

B. Rumusan Masalah
1.   Bagaimanakah konstruksi hak yang terbangun dalam kontrak karya sebagai postulat  dalam mewujudkan tujuan hukum yang ingin dicapai ?
2.   Bagaimanakah kedudukan peran negara sebagai subjek dalam kontrak karya?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui konstruksi hak yang terbangun dalam kontrak karya sebagai sarana legal dalam mewujudkan tujuan hukum yang ingin dicapai
Untuk mengetahui kedudukan dan peran negara sebagai subjek dalam kontrak karya
D.  Manfaat Penelitian
        Manfaat penelitian ini dari aspek teoritis, diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan berupa temuan ilmiah serta solusi terhadap permasalahan bangsa. Adapun manfaat secara praktis, setidaknya melaui pembahasan dalam penelitian yang mengkaji tentang kontrak karya serta solusi yang ditawarkan terhadap sifat perjanjiannya  dapat menjadi pedoman praktis yang bersifat literasi terhadap berbagai pihak, baik akademisi perusahaan maupun regulator.
E.   Metode Penelitian
 Jenis Penelitian ini merupakan penelitian  hukum dengan mempergunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengkaji asas-asas hukum dan kaedah hukum yang bertitik tolak pada penelitian kepustakaan. Dalam penelitian hukum terdapat dua jenis penelitian yaitu penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris.

                                                      BAB II
                                         LANDASAN TEORITIS

F.   Peran Negara dalam Interaksi Bisnis
      Negara sebagai subjek yang bertindak melalui organ-organnya merupakan personifikasi dari suatu tatanan hukum. Doktrin tradisional mengajukan pertanyaan jika negara adalah otoritas yang melahirkan tatanan hukum bagaimana negara bisa tunduk terhadap tatanan hukum ini.
       Diskursus tentang peran negara telah mengemuka dari pemikir-pemikir klasik hingga kini, hingga melahirkan banyak perdebatan tentang legal order. Doktrin Hukum Alam dengan Doktrin Positivisme memiliki pandangan tentang legal order berada pada dua sentrum yang berbeda. Dualisme ini merupakan derivasi dari bentuk pencarian kebenaran yang kita kenal sebagai ontologi pada satu sisi yang memahami kenyataan yang menghendaki pengetahuan murni yang bebas kepentingan (disintersted cnowladge) yang berusaha mengikis habis bios Theoriticos pada sisi yang lain Dualisme ini bila dilihat secara parsial dari sudut dari titik mana kita mengarahkan pandangan maka yang tergelar adalah upaya mencari pembenaran-pembenaran rasional yang tidak berujung. Pandangan positivistik memandang bahwa suatu kebenaran hanyalah benar sepanjang telah teruji validitasnya secara rasional dan menggunakan pengukuran baku yang dibuatnya. Cara pandang yang kedua yang memandang kebenaran adalah pada hakikatnya adalah bersifat transendental, abstrak, upaya mengkongkrit norma berarti menjerumuskan diri pada tata laku yang instrumen birokratis dan miskin nilai, kebenaran yang dicapainya hanyalah kebenaran parsial.
         Pendekatan yang berbeda, berusaha merasionalkan dua doktrin yang telah mengakar dalam tradisi Ilmu Pengetahuan Hukum, Dilakukan dalam kajian-kajian Ilmu, Hans Kelsen yang berusaha merasionalkan tetapi justru terjebak pada pemurnian hukum terhadap anasir yang bersifat nilai, Kant menekankan kebenaran moralitas, John Locke  mengambil jalan konservatisme antara hukum kodrat dengan rasionalisme yang selaras dengan kepentingan kapitalisme yang baru tumbuh pada masanya.
         Pendekatan paradigma yang bersifat konservatif dapat menyelaraskan kedua pandangan ide diatas kiranya dapat kita telaah pandangan ilmu hukum yang berparadigma pancasila sebagai salah satu pengkajian Ilmu yang mengupaya adanya keselarasan dan pengakuan dua titik sentrum tersebut. Dimana sebagai nilai dapat tercermin pada rumusan nilai-nilai yang termaktub didalamnya telah berbicara secara mendasar tentang Konsep Tuhan, alam dan manusia Indonesia dalam kesatuan utuh dan komprehensip . Utuh karena paradigma yang merupakan seperangkat nilai tentang Tuhan alam dan manusia dan hubungan diantara ketiganya yang diyakini kebenarannya dan hukum-hukum serta teknik-teknik aplikasi yang dianut bersama dan komprehensip mencakup nilai tentang prikehidupan tidak hanya sebagai pandangan hidup tetapi juga sebagai sandaran nilai-nilai fundamen negara (staatsfundamentalnorm).
         Persoalan paling mendasar hubungan antara negara dengan warganegaranya adalah masalah hak dan kewajiban. Kesadaran akan hak dan kewajiban adalah hal yang penting . Hak dan hukum dari aspek kebahasaan memiliki padanan dengan kata right sedangkan hukum berasal dari kata law dalam bahasa Inggris sedangkan Jerman dan Prancis  menggunakan istilah yang  bersesuaian yaitu “recht” dan “droit”. Pembedaannya hanya dengan menggunakan hak objektif dan hak subjektif. (Objektives Recht  and subjektives recht; dan droit objektif dan droit subjektif). Secara teoritis Hak subjektif menurut Jerman dan prancis dipandang sebagai peraturan atau norma sementara hak subjektif atau hak didefinisikan sebagai “kepentingan” atau “kehendak”yang tidak dikualifikasikan, tetapi sebagai kepentingan yang dilindungi oleh tatanan hukum atau kehendak yang diakui dan dibuat efektif oleh peaturan hukum. Walaupun divergensi antara hak dan hukum tersebut diakui berdasarkan asal dari hak yang mendahului keberadaan hukum konkrit. Konsep tentang suatu peraturan hukum hanya didapatkan melalui proses pengabstraksian secara bertahap terhadap hak dengan kata lain peraturan hukum menjamin dan membentuk hak-hak hukum tetapi tidak menciptakannya.
           Pandangan Locke tentang hak, begitu Juga Hobbes mempertahankan mengakui keberadaan Hak Alamiah. Tetapi Locke membedakan secara mutlak dengan kewajiban. hak merupakan kemampuan melakukan tindakan secara otonom, sedangkan hukum adalah pembatasan yang ditetapkan dari luar. Pembedaan ini merupakan upaya Locke dalam mempertahankan sikap konservatisme dalam membela hukum kodrat, karena dasar argumen locke disandarkan pada nalar, alam dan Kitab Suci dibalik teorinya mengenai G. G. Hukum Kodrat.
       Terdapat dua pandangan tentang entitas kontrak bisnis internasional yang pertama : adalah pandangan yang mengkategorikan kontrak bisnis Internasional dalam kelompok hukum publik. pandangan ini berpendapat bahwa subjek hukum kontrak internasional ini terdiri dari dua status kenegaraan -ada unsur asingnya- dan menganut paham hukum lokal yang berbeda, selanjutnya peran negara sebagai salah satu peserta dalam pengambilan kesepakata dalam kontrak tersebut sehingga domain hukum publiklah yang menjadi sandaran terhadap pelaksanaan kontrak bisnis tersebut. Pandangan kedua mamasukkan transaksi bisnis internasional kedalam lapangan hukum privat. Pemahaman pandangan ini memandang dari aspek perbuatan hukum dan objek yang melakukan kontrak tersebut, sehingga akibat hukum yang timbul lebih mengarahkan pada konsekwensi-konsekwensi kedalam kelompok hukum privat.
Sementara kategori kedua yang memasukkan hukum kontrak internasional kedalam lapangan hukum privat berargumen bahwa pada hakikatnya pembuatan kontrak merupakan salah satu sistem pembuatan hukum dalam hubungan keperdataan. Kontrak akan berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. Pada pembuatan kontrak terdapat unsur proses seperti terdapat dalam pembuatan undang-undang. L.J Van                     Apeldoorn menyatakan bahwa perjanjian atau kontrak dikelompokkan ke dalam faktor yang membantu pembentukan hukum. Oleh karena itu, dalam beberapa hal tertentu pembentukan hukum atau undang-undang dapat dianalogikan dengan perjanjian atau kontrak karena keduanya memiliki sifat yang sama, yaitu mengikat. Hingga batas-batas tertentu para pihak dalam suatu perjanjian atau kontrak bertindak seperti pembentuk undang-undang, yaitu untuk mengikatkan diri diantara mereka sendiri.
        Negara dalam Hukum Bisnis Internasional Interaksi negara dengan subjek hukum asing bukan bukan bertindak sebagai entitas yang diperhadapkan dengan subjek lain melainkan organ yang diberikan kewenangan bertindak oleh tatanan hukum untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Karena Hubungan Privat pada prinsipnya mensejajarkan subjek-subjek dalam kedudukan yang sama. Kontrak Bisnis Internasional adalah kontrak yang memperlihatkan unsur-unsur asing. sebab kontrak terjadi antara pihak-pihak yang mempunyai kewarganegaraan, hukum, pilihan hukum, dan sarana yang berbeda, atau terjadi antara pihak-pihak berkewarganegaraan yang sama, tetapi pelaksanaannya (baik sebagian maupun secara keseluruhan) di negara lain. Di sini terlihat bahwa terdapat lebih dari satu sistem hukum yang terkait, sehingga akan muncul persoalan yang berkaitan dengan system hukum mana yang akan diterapkan dan forum mana yang berwenang mengadili apabila muncul sengketa di antara para pihak terkait.
        Pandangan pertama, Kapan suatu kontrak terdapat unsur asingnya, belum ada pendapat yang sama. Secara teoritis, unsur asing yang dapat menjadi indikator suatu kontrak adalah kontrak nasional yang ada unsur asingnya yaitu:
Kebangsaan yang berbeda
       Para pihak memiliki domisili hukum di negara yang berbeda
Hukum yang dipilih adalah hukum asing, termasuk aturan-aturan atau prinsip-prinsip kontrak internasional terhadap kontrak tersebut
Penyelesaian sengketa kontrak dilangsungkan di luar negeri
Bahasa yang digunakan dalam kontrak adalah bahasa asing
Digunakannya mata uang asing di dalam kontrak tersebut.
        Bentuk perjanjian internasional dapat dikatogorikan kedalam lapangan hukum publik bilamana sifat yang diperjanjikan tersebut menyangkut kesepahaman tentang kaidah-kaidah tertentu dan mengikat terhadap hubungan hukum publik bukan pada kesepakatan yang bersifat privat. Pemisahan kedua jenis hubungan hukum tersebut menjadi penting, mengingat konsekwensi terhadap pihak ketiga atau pihak lainnya disamping para pihak yang mengikatkan diri dalam jenis perjanjian internasional.
Pembuatan kontrak walaupun menganut prinsip kebebasan berkontrak tetapi terdapat suatu pembatasan-pembatasan tertentu dalam pembuatan kontrak tersebut. Pembatasan ini antara lain demi kapentingan nasional atau kepentingan negara. Teori kepentingan negara atau disebut juga teori governmental interest analysis.
Yang dimaksud dengan interest (kepentingan) dalam teori ini sebenarnya adalah kepentingan dari negara (governmental interest) yang sistem hukumnya relevan dengan pokok perkara untuk memberlakukan hukumnya dalam penyelesaian pokok perkara yang sedang dihadapi yang dapat disimpulkan dari kebijakan hukum (policies) di dalam kaedah hukum lokal yang bersangkutan. Adanya kebijakan-kebijakan tertentu yang melatarbelakangi pemberlakuan suatu kaidah hukum lokal atau domestik itulah yang mendasari kepentingan dari negara yang bersangkutan untuk memberlakukan hukumnya dalam perkara.

H.  Pengertian dan Perkembangan hukum kontrak
     Istilah kontrak berasal dari Inggris : Contract sedangkan bahasa Belanda menyebutnya dengan overeencomst, sedangkan bahasa romawi contrak disebut dengan contractus atau nexus dan bahasa jerman disebut vertract.
Menurut black’s law dictionary
“contract id an agreement between two or more persons which creates an obligation to do or not to do a particular thing. Its essentials are competent parties, subject matter, a legal  considerations, mutuality of agreement of parties, with the terms and conditions, and which serves as a proof of the obligation.

Menurut Bayles,
Contract of law is might then be taken to be the law pertaining to enporcement of promise or agreement
Menurut Knap dan Crystal
Law of contract is our society’s legal mechanism for protecting the expectations that arise from the making of agreemen for the future exchange of various types of performans, such as the compeyance of property (tangible or intangible), the performance or services, and the payment of money. (hukum kontrak adalah mekanisme hukum pada masyarakat untuk melindungi harapan yang dibuat melalui kesepakatan untuk perubahan masa yang akan datang dari fariasi kinerja, seperti pengangkutan kekayaan (yang tidak terukur maupun yang terukur) kinerja pelayanan, dan membayar dengan uang

Kontrak terjadi karena adanya penawaran dan penerimaan yang saling berhubungan. Penawaran agar dapat berlaku menurut hukum harus memuat semua unsur-unsur essensiil dari kontrak yang hendak disepakati. Menurut beberapa pendapat, penawaran itu tidak dapat dicabut untuk waktu tertentu sampai saat terjadinya perjanjian kecuali kalau ditentukan sebaliknya. Terkait berapa lama penawara n tiu mengikat, kalau tidak secara tegas diatur maka dilaksanakan menurut kebiasaan dalam pelaksanaannya.
Penawaran dan penerimaan dapat dikatakan berhasil apabila masing-masing pihak melakukan kesepakatan. Terkait dengan kapan kesepakatan terjadi maka, dalam hal ini ada beberapa pendapat: yaitu :
Theori pernyataan (uithingstheorie), kesepakatan terjadi pada saat yang menerima tawaran menulis surat atau telegram, telex bahwa dia menerima tawaran itu.
Teori pengiriman (verzendtheorie), kesepakatan terjadi pada saat surat atau telegram dikirim kepada yang menawarkan bahwa tawarannya diterima
Teori penerimaan (vernemingstheorie) kesepakatan terjadi pada saat yang menawarkan mengetahui bahwa tawarannya diterima
Teori penerimaan (ontvangstheorie) kesepakatan terjadi pada saat yang menawarkan betul-betul mengetahui dengan menerima jawaban bahwa tawarannya diterima
Teori pengetahuan uang objektif (geobjectiveerdevernemingstheorie) yang menawarkan secara objektif mengetahui menurut akal yang sehat dapat menganggap bahwa yang menerima tawaran itu telah mengetahui atau telah membaca surat dari yang menawarkan
Teori kepercayaan (vertrouwensteorie) kesepakatan dianggap telah terjadi pada saat yang menerima tawaran itu percaya bahwa tawarannya itu betul yang dimaksud.

H. Kontrak karya Pertambangan di Indonesia
Kontrak karya merupakan kontrak yang dikenal dalam bidang pertambangan. Dalam bahasa Inggris, kontrak karya tersebut disebut work of contract  dan dalam hukum Australia menggunakan istilah indenture, franchise agreement, state agreemen atau government agreement. Menurut Salim H.S., Kontrak karya merupakan suatu kontrak yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan Perusahaan asing semata-mata atau merupakan patungan antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik dalam bidang pertambangan diluar minyak dan gas bumi sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh kedua belah pihak
Pengertian kontrak karya dalam Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409. K /201/M.PE/1996 tentang tata cara pengajuan Pemprosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan batubara ialah suatu perjanjiana antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dan nasional (dalam rangka penanaman modal asing) untuk pengusahaan mineral dengan berpedoman kepada undang-,undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal asing serta Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan pokok pertambangan Umum.
Sedangkan definisi dari kontrak karya dalam keputusan menteri energi dan Sumber daya Mineral nomor 1614 Tahun 2004  tentang pedoman pemprosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara pada Pasal 1 angka (1) ialah : Perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan Perusahaan Berbadan Hukum Indonesia dalam rangka Penanaman Modal Asing untu melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batu bara
Dari pengertian tersebut unsur-unsur yang terdapat dalam kontrak karya yaitu :
Adanya kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak
Adanya objek dari kontrak tersebut
Adanya subjek hukum yaitu pemerintah Indonesia/pemerintah daerah dengan kontraktor asing dan /atau gabungan antara pihak asing dengan pihak indonesia
Adanya jangka waktu
Dalam bidang pertambangan umum
Kontrak pertambangan di Indonesia telah dikenal sejak masa Penjajahan Hindia Belanda. Peraturan pertama yang menyangkut pertambangan yaitu : Indische mijnwet (staatblad 1899-214) kemudian diamandemen sebanyak 2 kali yaitu pada tahun 1910 dan 1918. Setelah Pemerintah Hindia belandan mengeluarkan Indische Mijnwet sebagai ketentuan pokok, selanjutnya dikeluarkan pula aturan pelaksanaannya yaitu mijnordonantie yang berlaku mulai tanggal 1 Mei1907. Setelah itu pada tanggal 1 Juli 1930 Mijnordonantie 1907 diubah menjadi mijnordonantie 1930
C Landasan Teori
Teori mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini disebabkan karena teori itu menjelaskan suatu fenomena. Teori menurut Fred N. Kerlinger adalah seperangkat konstruk (konsep), batasan, dan proposisi yang menyajikan pandangan sistematis tentang fenomena dengan memerinci hubungan-hubungan antar variabel dengan tujuan untuk menjelaskan dan memprediksi gejala itu.7 Fungsi teori sendiri dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan pengarahan terhadap penelitian yang akan dilakukan.
a. Teori Negara Hukum
Menurut Aristoteles, suatu negara yang baik adalah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Pada dasarnya ada tiga unsur dari pemerintahan yang berkonstitusi. Pertama, pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum. Kedua, pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum serta bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang menyampingkan konstitusi. Ketiga, pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintahan yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaanpaksaan.
Selanjutnya Bagir Manan mengemukakan mengenai unsur-unsur terpenting dalam negara hukum, yakni:
Ada UUD sebagai peraturan tertulis yang mengatur hubungan antara pemerintah dan warganya.
Ada pembagian kekuasaan (machtenscheiding) yang secara khusus menjamin suatu kekuasaan kehakiman yang merdeka.
Ada pemencaran kekuasaan negara atau pemerintah (spreiding van de staatsmacht).
Ada jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.
Ada jaminan persamaan kedudukan dimuka hukum dan  jaminan perlindungan hukum.
Ada asas legalitas, pelaksanaan kekuasaan pemerintah harus didasarkan atas hukum (undang-undang).
Sejalan dengan pendapat di atas, Sri Soemantri Martosoewignjo mengkemukakan   unsur-unsur  negara  hukum Indonesia, yaitu:
Adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga negara;
Adanya pembagian kekuasaan;
Bahwa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, pemerintah harus selalu berdasarkan atas hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis;
Adanya kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, sedang khusus untuk Mahkamah Agung harus juga merdeka dari pengaruh-pengaruh lainnya.
Philipus M Hadjon dalam kaitan di atas secara lebih tegas memberikan ciri negara hukum Pancasila sebagai berikut:
Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;
Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;
Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir;
Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Uraian di atas menunjukkan unsur dari rechtsstaat memiliki kesamaan dengan unsur negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Berdasarkan Dari uraian di atas dapat disimak bahwa adanya unsur asas legalitas dalam unsur rechtsstaat mengamanatkan agar setiap tindakan pemerintah harus berdasar atas hukum. Dengan kata lain, dalam unsur negara hukum Pancasila, asas legalitas menjadi hal yang penting dalam penyelenggaraan tindakan. Pemikiran ini sejalan dengan yang dikemukakan K.C.Wheare  yakni “first of all it is used to describe the whole system of government of a country, the collection of rule are partly legal, in the sense that courts of law will recognized as law but which are not less effective in regulating the government than the rules of law strictly so called”. Pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sistem pemerintahan dari suatu negara adalah merupakan himpunan peraturan yang mendasari serta mengatur pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya. Dengan kata lain, Notaris yang mendapat kewenangan untuk membantu sebagian tugas-tugas pemerintahan dalam menata hubungan hukum antar para pihak juga berkewajiban tunduk pada hukum yang berlaku.
I.  Teori Hukum Kontrak
Pada tataran teoritis, perlu ada pembedaan makna antra kesepakatan dan kontrak kesepakatan atau persetujuan dapat dipahami sebagai bargain atau keseimbangan kedudukan yang secara nyata dicapai oleh para pihak seperti yang terlihat dari kesepakatan dan posisi pada saat dilakukannya perikatan terhadap suatu kontrak. Sementara, kontrak adalah keseluruhan kewajiban hukum yang terbit dfari kesepakatan para pihak sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum kontrak dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemahaman lain yang perlu dipahami tentang esensi kontrak dan hukum kontrak adalah melalui pembedaan antara “perbuatan hukum” (juridical acts) dan ‘fakta hukum (juridical fact). Bila perbuatan hukum menyangkut tindakan yang merupakan ekspresi dari kehendak seseorang yang dinyatakan dengan niat untuk menerbitkan akibat hukum tertentu melalui pengikatan diri secara sukarela, maka fakta hukum adalah suatu keadaan atau peristiwa terlepas sari ada tidaknya kehendak manusia, yang bila terjadi akan melahirkan kewajiban-kewajiban yang berakibat hukum. Kontrak pada dasarnya merupakan juridical acts dimana salah satu pihak (obligator) dapat mengikatkan diri untuk memberikan atau melakukan atau tidak melakukan sesuatu untuk keuntungan pihak yang lain. Sedangkan perbuatan melawan hukum pada hakikatnya merupakan juridical fact.
Terbitnya hak dan kewajiban antara satu pihak kepada pihak lainnya secara bersama bagi pihak yang mengikatkan diri dalam suatu kontrak. Memberikan pemaknaan secara eksplisit bahwa Hukum Kontrak di Indonesia memungkinkan dibuatnya unilateral contracts dan bilateral contracts. Patut dikritisi disini pada ketentuan Pasal 1314 KUHper adalah bentuk perjanjian yang bersifat multilateral atau perjanjian yang memberatkan tidak termasuk “perjanjian cuma-cuma”.
Secara tradisional civil law memahami pembedaan dalam unilateral contract dan bilateral contract. contrak yang bersifat unilateral apabila satu atau beberapa pihak mengikatkan diri pada satu atau beberapai pihak yang lain tanpa ada kewajiban yang terbit pada pihak lain tersebut. Sedangkan kontrak yang bersifat bilateral adalah kontrak dimana masing-masing pihak mengikatkan diri untuk mentransfer atau melakukan sesuatu yang dianggap setara dengan apa yang ditransfer atau dilakukan baginya oleh pihak lain.
Asas konsensualisme menjadi dasar pembentukan perjanjian menurut sistim dalam Buku III KUH Perdata. Bahwa sejak detik tercapainya kata sepakat terkait hal-hal yang pokok maka lahirlah perjanjian, meskipun dalam perjanjian tertentu disyaratkan formalitas seperti pendirian Perseroan Terbatas.
Selain itu, diluar syaraat syahnya suatu perjanjian KUH Perdata  mengenal juga alasan lain sebagai dasar untuk “perjanjian yang dapat dibatalkan” yaitu gugatan “actio paulina” (upaya hukum yang dilakukan pihak ketiga untuk membatalkan perjanjian yang dianggap merugikan pihak ketiga) atau dengan alasa ketidak seimbangan isi perjanjian yang sangat menyolok, ketentuan ini diatur dalam woeker ordonantie.
Pasal 1315 jo. Pasal 1340 KUH Perdata Menentukan Bahwa, perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya. Walupun demikian ketentuan dalam Pasal 1340 KUH Perdata Perjanjian tidak boleh merugikan pihak ketiga. Sebab itu pada Pasal 1341 KUH Perdata pihak ketiga yang dirugikan dapat mengajukan gugatan actio paulina supaya perjanjian yang merugikannya dibatalkan atau dinyatakan batal. Dalam praktek .
Mengenai pasal-pasal pengecualian lainnya seperti Pasal 1316 KUH Perdata, janji bahwa pihak ketiga akan berprestasi; Pasal 1317 KUH Perdata janji untuk kepentingan pihak ketiga.
Bila dikaitkan dengan perjanjian-perjanjian transnasional termasuk kotrak karya, dapatkah pemerintah, rakyat atau pihak-pihak yang terkait dengan akibat perjanjian tersebut yang merasa dirugikan mengujakan gugatan terhadap perjanjian yang diikat oleh pemerintah dan pihak swasta asing?. Secara konseptual hal tersebut dapat dilakukan. Baik oleh masyarakat secara bersama yang merasa dirugikan tidak hanya secara materiil tetapi juga meliputi kerugian yang bersifat immateriil.

Teori Kewenangan
Secara kebahasaan teori kewenangan berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu authority of theory  sedangkan dalam bahasa belandan disebut theorie van het gezag, dan bahasa Jermannya theorie der autoritat. Teori kewenangan berasal dari dua suku kata yaitu teori dan kewenangan. HD Stoud memberikan pengertian tentang kewengan yaitu:
“keseluruhan aturan-aturan yang berkenan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik”
Ada dua unsur yang terkandung didalam pengertian tersebut yaitu : pertama, adanya aturan-aturan hukum dan kedua sifat hubungan hukum.
Sebelum kewenangan itu dilimpahkan kepada institusi yang melaksanakannya, maka terlebih dahulu harus ditentukan dalam peraturan perundanga-undangan, apakah dalam bentuk undang-undang  peraturan pemerintah maupun aturan-aturan yang lebih rendah tingkatannya. Sifat hubungan hukum yaitu sifat yang berkaitan dan mampunyai sangkut paut atau ikatan yang berhubungan dengan hukum. Sedang bentuk hubungan hukumnya ada yang berwujud hukum publik maupun hukum privat.
Ada perbedaan substansial antara definisi Kewenangan (Authority, gezag) dengan wewenang (competence, bevoegheid). Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang  diberikan oleh undang-undang,  sementara wewenang hanya menyangkut satu bagian tertentu (onderdeel) saja dari kewenangan. Didalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbevoegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik .
Teori ini untuk mengukur perikatan kontrak karya dengan pihak swasta asing serta dikaitkan dengan kewenangan negara dalam melaksanakan ketentuan perundang-undangan dibidang pengelolaan sumberdaya alam, serta kedudukan organ pemerintah dalam melakukan perbuatan administratif amaupun privat serta kedudukan hukumnya. penting digunakan guna menganalisis kejelasan kewenangan dan arah prestasi timbal balik dengan asing dalam mendapatkan royalti, divestasi, melakukan perubahan, renegosiasi dan atau pengakhiran kontrak karya.


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Konstruksi Hak dalam Kontrak
John Locke, Immanual Kant, Hobbes, dan John Rawls merupakan pemikir-pemikir yang mendikursuskan hakikat keadilan dalam kontrak. Pada umumnya para filosof ini menyadari peran penting interalasional orang sebagai subjek dalam pergaulan sosial, ekonomi maupun hukum. Sebagai mahluk sosial, interaksi ini tidak dapat terhindarkan karena saling bergantungnya individu dengan individu yang lain. Kontrak adalah salah satu bentuk interaksi yang penting dalam hubungan tersebut. Dijaminnya hak dan kewajiban terhadap pemenuhan yang berlangsung secara seimbang baik kedudukan maupun peran dari masing masing pihak yang melakukan perjanjian.
Jeremi Bentam berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Menurut teori utilitis, menjamin kebahagian kepada sebesar-besarnya pada sebanyak-banyaknya orang. Kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama dari pada hukum. Dalam hal ini, pendapat Bentam dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum.
John Rawls mengritik pandangan Utilitarianisme dan Instuisionisme sebagai pandangan yang melihat baik buruknya tindakan manusia secara moral tergantung pada baik buruknya konsekwensi tindakan tersebut bagi manusia. Bagi Rawls pandangan ini telah gagal dalam menjamin keadilan sodial karena lebih mengutamakan asas manfaat dibandingkan asas hak dan karenanya tidak dapat dijadikan basis bagi konsep keadilan.
Utilitarianisme cenderung menganggap bahwa kebahagiaan setiap orang adalah sama. Kepuasan diartikan sebagai kepuasan materiil diangkat menjadi ukuran paling valid dan mengikat. Sehingga seolah-olah kepuasan tidak pernah dapat dikalkulasi secara matematis. Padahal dari aspek moralitas, dengan mengutamakan asas manfaat dan mengesampingkan asas hak, tampaknya utilitarianisme memiliki tujuan baik, yakni berupaya melalui pendekatan ideologis menjembatani jurang pemisah antara prinsip hak dan prinsip manfaat. Namun dalam prakteknya paham ini gagal menempatkan perannya. Beberapa kritikus menganggap utilitarianisme tidak mempu menjembatani antara keadilan.
Berkaitan dengan manfaat sosial keadilan harus dipahami bahwa keuntungan sosial juga merupakan salah satu aspek penting, terutama bagi masyarakat yang berada dalam garis kemiskinan atau kurang beruntung untuk meningkatkan taraf hidupnya. The different  principle menurut Rawls bukan menuntut manfaat yang sama (equal benefits) bagi semua orang, melainkan manfaat yang sifatnya timbal balik (resiprocal benefits) Kemanfaatan yang sama berarti memberikan kesempatan seluas-luasnya serta akses terhadap distribusi ekonomi tidak hanya kelompok tertentu. Disini keadilan yang dimaknai (fairness) sangat menekankan asas resiprositas namun tetap memperhatikan perbedaan-perbedaan objektif diantara anggoota masyarakat.
The different principle dianggap membuka peluang intervensi pemerintah untuk melanggar hak seseorang. Prinsip ini juga mengorbankan usaha dan kegigihan orang  dalam mencapai kesejahteraan tertentu demi kepentingan orang yang tidak beruntung.
Keadilan sering dipadankan dengan Equity (kepatutan). Equity dapat diarikan kebajikan yang mendorong manusia untuk menggunakan apa yang menjadi haknya untuk berbuat secara rasional menurut akal sehatnya. Akan tetapi equity dapat merubah wujud keadilan yang seharusnya berwatak kebajikan menjadi bentuk pengingkaran. Karakter keadilan adalah objektif, zekelijke dan umum. Berarti keadilan yang demikian itu mutlak memaksa dan dalam pelaksanaannya terlalu abstrak, sehingga tidak memperhatikan situasi keadaan perorangan serta terlalu menyamaratakan. Equity sangat mempertimbangkan aspek-aspek penting yang melingkupi suatu kasus, yaitu itikad baik, maksud para pihak, situasi dan keadaan-keadaan dan lain-lain.
Pasal 1339 mencontohkan implementasi prinsip equity, yaitu :
“perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tatapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-undang.”
Prinsip ini juga terkandung pada Pasal 1338 yang mengatur bahwa “perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
 Prinsip keadilan sebagaimana dijelaskan diatas, apabila dihubungkan dengan teori hukum kontrak, yang meletakkan kontrak sebagai keseluruhan kewajiban hukum yang terbit dari kesepakatan para pihak sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum kontrak dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka perjanjian atau kontrak menuntuk kesejajaran kedudukan yang sama antara pihak-pihak yang pelakukan perjanjian tersebut, serta dilaksanakan dengan pengakuan terhadap prinsip-prinsip yang bersifat equity, seperti itikad baik, kejujuran, keterbukaan serta bertanggung jawab.
Hans Kelsen membedakan hak relatif dan hak absolut, hak relatif dalam arti sempit adalah hak yang tersangkut suatu kewajiban dari hanya seorang individu yang ditunjuk sedangkan hak absolut adalah membawakan kewajiban-kewajiban bagi sejumlah individu tidak terbatas. Dengan kata lain, hak yang melekat padanya menyangkut kepentingan dan keselamatan umum maka hal tersebut merupakan hak mutlak. Kewajiban merupakan sepadanan yang tidak dapat dipisahkan secara tegas dengan hak, barasan Rawls tentang kewajiban relatif apabila interaksi hubungan yang relatif terhadap seseorang yang ditunjuk sedang kewajiban absolut kewajiban seseorang yang relatif terhadap sejumlah individu lain menyangkut harta kekayaannya. Harta kekayaan seseorang adalah hak absolut yang khas pemilik mempunyai hak untuk menuntut setiap orang agar tidak menggangu hartanya (jus in rem). Hak absolut menyangkut dengan kewajiban absolut sedangkan hak relatif berkaitan dengan kewajiban relatif. Pada dasarnya penguasaan atas suatu hak secara langsung terkait dengan penguasaan atas orang (jus in personam) dalam pengertian kepemilikian melekat padanya hak untuk mengatur setiap orang untuk tidak mengganggu harta kekayaan tersebut.
Hal ini bila di selaraskan dengan amanat UUD 1945 Pada Pasal 33 yang menentukan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Memberikan makna  bahwa negara memiliki hak yang bersifat absolut terhadap penguasaan bumi air dan kekayaan segala yang terkandung didalam alam  serta karena terkait dengan individu-individu yang tidak terbatas (kepentingan masyarakat umum). Disamping itu Negara sebagai personifikasi dari tatanan hukum memiliki hak absolut untuk mengatur setiap orang untuk tidak mengganggu kekayaannya dari siapapun dalam konteks ekonomi, keamanan, sosial dan budaya.
Bekerjanya hukum tak lepas dari suatu bangunan hukum sebagai bangunan sistimatis. Terdapat beberapa hal yang penting sebagai penunjang, yaitu, struktur, kategori dan konsep. Ketiga elemen ini memiliki fungsi yang mendasar, dimana hukum berperan. Menurut John Rawls “a coersive order of public rules addressed to rational person for the purpose of regulating their conduct and providing the framework for social cooperation.
Sistim hukum perjanjian dibangun berdasarkan asas-asas hukum. Pandangan ini menunjukkan arti sistim hukum dari segi substantif. Dilihat dari segi substantif, asas hukum perjanjian adalah suatu pikiran mendasar tentang kebenaran untuk menopang norma hukum dan menjadi elemen yuridis dari suatu sistim perjanjian.
Pada Pasal 1339 KUHPerdata di atas sekaligus memberikan batasan terhadap asas Pacta sun Servanda yang merupakan prinsip umum dalam Hukum kontrak kekuatan mengikat dari kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak untuk mewujudkan suatu prestasi secara timbal balik, memiliki batasan yang dalam pasal tersebut berupa Kepatutan, Kebiasaan dan Undang-undang.
Dari hukum perjanjian Indonesia menganut sistim terbuka asas kebebasan berkontrak). Dalam arti siapa saja dapat melakukan segala bentuk perjanjian-perjanjian. Asas lain yang tidak kalah pentingnya adalah asas itikad baik (kejujuran) yang memberikan landasan moral pada macam perjanjian yang diikat. Menurut Siti Ismiati Jenie asas ini merupakan sikap batin atau suatu keadaan jiwa dalam pengertian subjektif. Sedangkan dalam pengertian objektif disebut kepatutan yang terletak pada tindakan kedua belah pihak secara dinamis dalam melaksanakan perjanjian. Kejujuran yang berarti dinamis  atau kepatutan ini berakar pada sifat peranan hukum pada umumnya, usaha mengadakan keseimbangan dari berbagai kepentingan yang ada dalam masyarakat.
Struktur dasar hak manusia setidaknya membicarakan atau berasumsi bahwa hak merupakan  salah satu dari konsep moral dan politik, yang pada dasarnya bersifat formal dan relasional. Konsep ini mengungkapkan hubungan inti yang kompleks antara berbagai variabel yang berbeda. Klaim mengenai hak tidak akan terlepas setidaknya pada empat pernyataan : mengenai “subjek, substansi, landasan dan tujuan” hak. Kerangka relasional ini, sebaiknya dilihat sebagai peristilahan yang melandasi istilah hak. Sifat formal dari skema ini memberikan tekanan pada banyak pernyataan substantif yang memiliki perbedaan gradasi, ada yang abstrak, normatif maupun empiris. Dengan kata lain, penegasan normatif tentang suatu hak, akan minimbulkan pertanyaan-pertanyaan  yang bersifat intrinsik maupun empiris tentang darimana asal hak tersebut, bagaimana hak itu dihasilkan. Agar pernyataan moral mengenai suatu memiliki kebenaran substantif maka pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab. Keutamaan skema diatas  berfungsi untuk membawa pertanyaan-pertanyaan tadi kepermukaan sehingga menjadi gamblang.
Peran Negara dalam Pelaksanaan Kontrak Karya
Negara sebagai subjek yang bertindak melalui organ-organnya merupakan personifikasi dari suatu tatanan hukum. Doktrin tradisional mengajukan pertanyaan jika negara adalah otoritas yang melahirkan tatanan hukum bagaimana negara bisa tunduk terhadap tatanan hukum ini. Permasalahan ini merupakan terkait dengan pembebanan hak dan kewajiban terhadap negara. Menurut Kelsen Hak dan Kewajiban itu hanya melekat pada individu bukan pada negara yang membentuk tatanan. Diberikan kewajiban atau diberiwewenang berarti menjadi objek peraturan hukum tetapi tidak ditemukan satupun dalil untuk meragukan bahwa manusia dalam kapasitasnya sebagai organ negara, dapat dan mesti tunduk kepada hukum.
Diskursus tentang hak dan kewajiban negara hanya dapat melekat pada individu  yang merupakan organ negara yang menjalankan fungsi tertentu. Bukan kesatuan tatanan hukum yang dipersonifikasikan. Hak negara ada pada saat pelaksanaan sanksi bergantung pada gugatan perkara  oleh seorang individu dalam kapasitasnya sebagai organ negara dalam arti sempit. Yakni sebagai pejabat. Dalam bidang perdata Negara dapat memiliki hak dalam pengertian orang perorangan. Hak negara disini berhubungan dengan kewajiban dari orang perorangan.
Sebaliknya hak dari orang perseorangan hanya berhubungan dengan suatu kewajiban negara jika persoon/legal persoon yang kepentingannya telah dilanggar dapat menjadi satu pihak dalam proses yang lahir karena tetap tidak terpenuhinya kewajiban negara tersebut. Proses ini tidak mesti tidak secara langsung menghasilkan suatu sanksi terhadap organ negara yang secara langsung bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban negara tersebut. Maka tujuan dari proses itu berupa tuntutan pembatalan tindakan melawan hukum dari suatu tindakan negara yang diharuskan oleh tatanan hukum, maka tujuan proses tersebut dapat berupa tuntutan untuk menjalankan tindakan hukum yang telah diabaikan. Hak dan kewajiban sejenis ini bukan hanya pada hukum perdata melainkan juga hukum konstitusi, administrasi serta ketentuan phukum publik.
Dalam konteks hubungan interaksi, Negara tidak hanya diperhadapkan dengan masyarakatnya dalam interaksi yuridis, melainkan juga memiliki hubungan dengan negara lain dan atau subjek hukum yang berasal negara lain. Hubungan hukum ini dapat bersifat publik maupun masuk kedalam lapangan hukum privat terpergantung dari jenis dan bentuk interaksi hukum yang dibentuk diantara mereka.
Dalam menjalankan perannya tersebut, negara memiliki kekuasaan penuh berdasarkan hak absolutnya yang dijamin oleh tatanan hukum dalam Pengurusan dan pengelolaan Sumber daya alam. Bentuk pengurusan ini tentunya melalui organ negara yang diberikan kewenangan oleh negara. Oleh karena pengurusan dijalankan oleh organ maka domain pengurusan dan pengelolaan sumber daya alam tersebut masuk pada kategori hukum publik. Teknis pelaksanaannya penyelenggaraan pengurusan ini seharusnya melalui mekanisme perizinan.
Penguasaan negara atas kekayaan alam merupakan amanat Konstitusi sebagaimana termuat pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan dilaksanakan secara instrumental dalam Undang-Undang Pertambangan No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan dan Batubara. Dalam Pasal 4 Undang-undang pertambangan ini mengatur bahwa “mineral dan batubara sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.  Penguasaan negara bukan hanya pengaturan semata, makna menguasai tersebut lebih mencerminkan kedaulatan negara atas penguasaan bahan tambang yang minimal harus memenuhi unsur berikut :
Unsur pengendalian negara terhadap arah, kebijakan dan peruntukkan atau pemanfaatan bahan-bahan galian, khususnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak ;
Unsur pengaturan negara, dalam hal ini negara melakukan pengaturan secara limitatif, yaitu pendelegasian pengaturan alokasi peruntukan bahan galian yang dapat mengakomodir kepentingan masyarakat secara umum secara adil dan proporsional;
Unsur otoritas negara, merupakan implementasi untuk mengambil hasil dan manfaat bahan galian secara ekonomis;
Unsur perlindungan negara, yaitu negara melakukan pengawasan dan pelaksanaan operasional penambangan dalam mengedepankan asas manfaat jangka panjang dan daya dukung lingkungan demi kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Mekanisme ini telah diakomodir dalam peraturan pertambangan mineral dan batubara serta peraturan yang bersifat sektoral lainnya. Pada Undang-undang ini telah diatur rangkaian perizinan yang mewajibkan pelaku usaha bidang pertambangan mineral dan batubara agar dalam penyelenggaraannya  baik eksplorasi, eksploitasi serta pasca tambang dilaksanakan melalui mekanisme perizinan tersebut. Sesuai dengan substansi peran negara dalam pengelolaan, domain hukum publik ini sekaligus menjadikan negara dapat menjalankan perannya baik secara politis maupun penegagkan hukum. Sehingga fungsi negara dalam mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuurdaad), pengaturan (regelendaad), Pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (tozicththoudensdaad) oleh negara dapat dilakukan sesuai amanat UUD 1945.
Patut menjadi perhatian adalah pada Undang-undang ini memberikan pemegang kuasa pertambangan untuk melaksanakannya sampai masa kontrak berakhir.  Alasan pemberian keleluasaan tersebut lebih determinan pertimbangan politik dan ekonomi dibandingkan alasan hukum. Argumen hukumnya adalah kekuatan mengikat pengaturan dari negara berupa Undang-undang dapat membatasi suatu pelaksanaan kontrak, dalam hal ini adalah Kontrak karya. Alasan yang bersifat konstitutif tentang penguasaan negara sebagaimana dijelaskan diatas adalah wilayah hukum administratif yang implementasinya adalah melalui perizinan.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan uraian kajian pada bab sebelumnya maka penulis menarik dua kesimpulan atas permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :
Asal hak yang timbul dalam kontrak karya berpangkal dari hak yang diberikan oleh masyarakat kepada tatanan hukum yang dipersonifikasikan yakni negara. hak tersebut berwujud hak absolute dari negara dalam melakukan kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan serta pengawasan yang objeknya adalah kekayaan alam bangsa Indonesia. Dari aspek subjek pembentuk hak, Kontrak Karya telah memenuhi persyaratan formal dalam melahirkan hak dan kewajiban, tatapi berdasakan hak yang bersifat substantif diatas kontrak sebagai institusi memberikan hak dan kewajiban yang seimbang, sehingga kewajiban yang lahir dari kontrak tersebut terhadap pihak lain bermakna kewajiban absolut bukan kewajiban relatif, karena objek  berkaitan dengan kepentingan publik, masyarakat dan lingkungan.
Negara sebagai tatanan hukum (legal order) yang dipersonifikasikan, bertindak melalui organ-organnya dalam pengelolaan sumber daya alam harusnya berpijak pada tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan dalam inplementasinya merefleksikan diri pada nilai-nilai Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm secara utuh. Dalam menjalankan perannya untuk mengelola, negara berkedudukan strategis, dalam fungsinya sebagai pengendali, pengatur, sekaligus sebagai sebuah otoritas. Dengan mengikatkan diri pada sebuah kontrak negara dengan sendirinya berkedudukan yang sejajar dengan  subjek lainnya. Hal inilah yang menjadi batu sandungan dalam pelaksanaan kontrak karya selama ini.

Saran
Pengetahuan substansi hak negara  sebagai hak yang bersifat absolut dan melahirkan kewajiban yang absolut tersebut, maka substansi hukum yang ditarik dapat dijadikan sebagai dasar pikir dan pertimbangan bagi organ pelaksana pemerintahan dalam menentukan arah pengelolaan bahan galian dalam hal ini adalah sumberdaya alam yang keniscayaannya tidak terbantahkan di indonesia. begitu juga bagi pembentuk undang-undang agar pengaturan yang dibentuk memiliki dimensi futuristik baik secara materiil maupun formil.
Selanjutnya pemahaman yang utuh dalam memahami pancasila sebagai paradigma yang memayungi tatanan hukum dan struktur hukumnya, khususnya dalam penyelenggaraan pengelolaan bahan galian dapat memberikan arah bagi kebijakan politik hukum pertambangan.


DAFTAR PUSTAKA

Literatur
Adolf, Huala, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Bandung, 2004.
Bayles, Michael D., 1987, Principles of Law a Normatif Analysis. Holland : Ridding Publishing Company Dordrecht.
Chand, Hari, 2009, Modern Jurisprudence, International book services, Kuala Lumpur
Cnapp, Charles dan Nathan M Crystal, 1993, Problem in Contract Law Case And Materials, London: Litle Brown and Company,
Freeman, Lord Lloid of Hamstead & MDA, 1985, Lloid’s Introductions to jurisprudence, London : ELBS.
Gautama, Sudargo, 1976, Kontrak Dagang Internasional, : Himpunan ceramah dan Prasaran ), Alumni, Bandung.
Hadjon, Philipus M., 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia. PT. Bina Ilmu, Surabaya.
Haerandi, Ridwan, 2013, Hukum Kontrak Indonesia dalam perspektif Perbandingan, UII press, Yogyakarta.
Hardjowahono, Bayu Seto, 2006, .Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional: Buku Kesatu, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Mertokusumo, Soedikno, 2001, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Pn. Liberty Yogyakarta.
Muhammad, Abdul Kadir,  1992, Hukum Perikatan, Citra Aditia Bakti, Bandung.
Priyono, Joko, Aspek-Aspek Hukum Internasional dalam Kontrak Dagang Internasional (Makalah ), tanpa tahun.
Ridwan, HR 2011, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta.
Kansil, CST, Pengantar Hukum, 1981,  dan Tata Hukum Indoensia, Pradya Paramita, Jakarta.
Kelsen, Hans, 2014, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, (pen. Raisul Muttaqien) cet. IX, Nusa Media, Bandung
Manan, Bagir, 1994, Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Menurut UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Saleng, Abrar,  Hukum Pertambangan,  UII Press, Yogyakarta
Saphiro, Ian h. 104
Syafruddin, Ateng, 2000, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV  Universitas Parahyangan, Bandung.
Sudjito, 2014,  Materi Kuliah Filsafat Hukum, FH Ugm, Yogyakarta
Soemarwoto, Otto, 2005, “Budaya Babat Hutan”, dalam Suprihantono E. Atmojo (Ed), Menyinergikan Pembangunan & Lingkungan: Telaah Kritis Begawan Lingkungan, PD Anindya, Jogjakarta.
Sunandar, Taryana, 2004, Prinsip-Prinsip UNIDROIT sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa  Bisnis Internasional, Sinar Grafika, Jakarta
Patrick, Purwahid, 1994,  Dasar-dasar hukum perikatan, Bandung, Mandar Maju
Ridwan HR, 2008, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Wheare, K.C.,1975, Modern Constitutions Oxford University Press, London.
Velaqguez, Manuel, G 2005, Etika Bisnis, Konsep dan Kasus, (alih Bahasa; Ani Purwaningsih) Andi Offset, Yogyakarta.
Jenie, Siti Ismiati, ugm.ac.id/id/berita/2066. pengukuhan.prof.ismijati.jenie:.itikad.baik.sebagai. asas.hukum. diunduh 10 Oktober 2014

Undang undang
Undang-undang No 4 Tahun 2009
Undang - undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
Undang Undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan–ketentuan Pokok Kehutanan.
UU No. 11 tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
KUHPerdata Pasal 1328
UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar